Friday, June 24, 2016

Terduga teroris tewas

Perburuan teroris akhir-akhir ini berakhir dengan kematian. Terduga teroris tewas di tempat kejadian perkara atau di tahanan.

Setidaknya sudah 121 terduga teroris yang tewas. Padahal Indonesia adalah negara yang konsisten memberlakukan proses peradilan termasuk bagi terduga pelaku kejahatan terorisme.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Tito Karnavian mengatakan, 121 terduga teroris tewas karena faktor taktis di lapangan. Terduga saat ditangkap tidak santai. Mereka kerap membahayakan keselamatan petugas dan masyarakat umum.
"Contoh kasus di Starbuck (Bom Thamrin). Apa mungkin mereka bersenjata nembak-nembak, terus kita katakan, tolong berhenti menembak. Kita mau bawa ke pengadilan. (Petugas hanya) bawa pentungan. Enggak mungkin," kata Tito dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Polisi tidak memiliki pilihan saat berhadapan dengan ancaman yang membahayaka masyarakat. Pilihan yang ada hanya bagaimana cara menghentikan ancaman. "Hidup atau mati," kata Tito.

Tito mengaku petugas kerap kebingungan berhadapan dengan terduga pelaku teroris Lebih dari 500 tahanan yang diperiksa memiliki pokok pikiran yang sama. Dibenak mereka mati adalah tujuan utama. Sementara petugas tidak siap mati.

"Mati hal yang dicari mereka. Mereka menganggap mati adalah jihad rukun Islam keenam bagi mereka. Wajib dilakukan. Membunuh aparat dan orang kafir dalam tanda kutip adalah pahala. Mereka beranggapan mati langsung masuk surga dan mendapat bidadari," ujar Tito.

Tito berpendapat, seharusnya terduga pelaku Bom Thamrin bisa saja meninggalkan ransel berisikan bom di dalam gedung, kemudian pergi ke luar dan meledakkannya dengan remote control. Akan tetapi faktanya, terduga pelak berani melawan aparat.

Mantan Kepala Densus 88 ini pernah menangkap seorang pelaku bom Kedutaaan Besar Australia Iwan Darmawan Muntho alias Mohammad Rois yang kini ditahan di Nusakambangan. Polisi berhasil menangkap Rois di Bogor dalam keadaan hidup.

"Pada saat ditangkap dengan keadaan tangan diborgol, dia menangis. 'Hilang momentum saya fight dengan polisi. Kalau langsung mati masuk surga," ucap Tito menirukan penyesalan Rois.
Hal ini yang membuat polisi di Indonesia termasuk di banyak negara bingung menghadapi doktrin sesat yang tertanam kuat di benak para terduga teroris. Berbeda dengan pelaku kriminal yang motifnya ekonomi.

Ketika berhadapan langsung dengan petugas, biasanya ada rasa ketakutan untuk mati. Namun jika berhadapan dengan pelaku teror yang bersenjata lengkap, mati adalah tujuan mereka atau jalan pintas menuju surga. Petugas tidak mau ambil risiko
"Jadi, jangan hanya melihat 121 orang meninggal dunia. Yang hidup banyak sekali. 1000 lebih ditangkap, 900 orang lebih hidup. Polisi, 26 lebih meninggal dunia. Mohon kiranya tidak menyamaratakan," ujar Tito.

http://m.metrotvnews.com/news/hukum/0k88mnLk-121-terduga-teroris-tewas-tito-pilihan-kita-hidup-atau-mati

0 comments:

Post a Comment